Mengecek Perumahan Bekas Banjir

zamarizkland

July 20, 2025

Mengecek Perumahan Bekas Banjir

Keputusan membeli rumah bukanlah perkara mudah. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan, mulai dari lokasi, harga, hingga kondisi lingkungan. Salah satu risiko yang kerap kali luput dari perhatian pembeli adalah apakah rumah berada di kawasan perumahan bekas banjir. Di tengah ketatnya persaingan harga dan kebutuhan tempat tinggal yang mendesak, tidak sedikit orang tergoda membeli rumah tanpa lebih dulu mengecek riwayat banjir di wilayah tersebut.

Padahal, kawasan bekas banjir memiliki dampak jangka panjang, tidak hanya pada struktur bangunan, tapi juga pada kenyamanan hidup dan nilai investasi. Sayangnya, banyak orang baru menyadari hal ini setelah terlambat, saat hujan deras kembali turun dan air mulai merambat ke dalam rumah yang baru mereka cicil dengan susah payah.

Harga Menarik, Tapi Banyak yang Tersembunyi

Salah satu alasan mengapa rumah di kawasan bekas banjir tetap diminati adalah karena harga jualnya yang jauh lebih rendah dibanding kawasan lain. Diskon besar dan kemudahan cicilan sering digunakan oleh pengembang atau pemilik lama untuk menarik pembeli yang kurang informasi. Mereka yang hanya fokus pada harga tanpa mengecek latar belakang area kerap menjadi korban iming-iming tersebut.

Menurut data dari Rumah*com, perbedaan harga antara rumah di lokasi rawan banjir dan yang bebas banjir di kota besar bisa mencapai 15%–30%. Angka ini memang menggiurkan, terutama bagi keluarga muda atau pasangan baru yang ingin segera memiliki hunian. Namun, di balik harga yang lebih murah, tersembunyi risiko yang tidak sepadan.

“Jangan hanya melihat harga. Periksa sejarah banjir wilayah itu. Tanya warga sekitar. Buka catatan berita lokal. Jangan percaya brosur atau marketing saja,” ujar Wahyu Prasetya, konsultan properti dari Asosiasi Agen Real Estate Indonesia.

Ia menambahkan bahwa beberapa pengembang bahkan menyembunyikan fakta bahwa perumahan yang mereka jual pernah terdampak banjir, terutama jika banjirnya terjadi beberapa tahun lalu dan tidak lagi terdokumentasi secara visual.

Dampak Fisik dan Psikologis yang Tidak Terlihat

Mengecek kondisi bangunan secara menyeluruh adalah langkah wajib jika ingin membeli rumah di kawasan rawan banjir. Genangan air bisa merusak fondasi, menimbulkan retakan halus, membuat tembok lembab, dan mempercepat pelapukan material. Tapi kerusakan seperti ini tidak selalu tampak dengan kasat mata, apalagi jika rumah telah dicat ulang atau direnovasi ringan.

“Banyak rumah bekas banjir yang dijual setelah diperbaiki secara kosmetik. Dinding terlihat bersih, tetapi bagian dalamnya keropos,” kata Gita Yuliani, arsitek dan ahli inspeksi rumah di kawasan Jabodetabek. Ia menyarankan pembeli membawa tenaga profesional untuk melakukan inspeksi struktural sebelum melakukan transaksi.

Selain kerusakan fisik, ada juga dampak psikologis yang kerap diabaikan. Tinggal di perumahan bekas banjir bisa memunculkan kecemasan berlebih saat musim hujan tiba. Ketidakpastian ini bukan hanya mengganggu kenyamanan, tapi juga bisa memicu stres kronis, terutama bagi keluarga dengan anak kecil atau lansia.

Tak jarang, trauma akan banjir juga membuat warga memilih pindah, menjual rumah di bawah harga pasar. Ini menyebabkan kawasan tersebut mengalami stagnasi harga dan menurunnya kualitas lingkungan secara keseluruhan.

Menilai Infrastruktur dan Sistem Drainase Sekitar

Sebelum memutuskan membeli rumah, mengecek sistem infrastruktur dan drainase di sekitar kawasan sangat penting. Perumahan modern seharusnya memiliki sistem pengelolaan air hujan yang memadai, termasuk saluran pembuangan, sumur resapan, dan ruang terbuka hijau yang cukup untuk menyerap air.

Namun kenyataannya, banyak perumahan bekas banjir justru dibangun di area yang seharusnya tidak dijadikan lahan hunian  seperti dataran rendah, bantaran sungai, atau area resapan air yang dikorbankan untuk kepentingan komersial.

“Banjir bukan hanya akibat curah hujan tinggi. Tapi karena daerah itu kehilangan daya serap alami dan tidak punya sistem drainase yang baik,” tegas Dr. Arya Kurniawan, ekonom lingkungan dan pakar tata kota dari Universitas Indonesia. Ia menambahkan bahwa pembeli seharusnya melihat peta kontur dan tata ruang daerah sebelum membeli rumah, bukan hanya terpaku pada lokasi strategis atau dekat jalan raya.

Selain infrastruktur, penting juga untuk mengecek seberapa sering kawasan itu tergenang dalam lima tahun terakhir. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau situs pemerintah daerah biasanya mencatat kejadian banjir secara rinci. Jika dalam waktu lima tahun terjadi banjir dua kali atau lebih, maka sebaiknya pembeli berpikir dua kali, apalagi jika tidak ada perbaikan infrastruktur sejak kejadian terakhir.

Risiko Nilai Investasi yang Tidak Tumbuh

Bagi banyak orang, membeli rumah bukan hanya untuk ditinggali, tetapi juga sebagai investasi. Namun, rumah di perumahan bekas banjir cenderung sulit dijual kembali. Calon pembeli selanjutnya biasanya sudah tahu reputasi lingkungan tersebut dan akan menawar harga dengan sangat rendah, atau bahkan langsung menghindari transaksi.

Hal ini berdampak besar pada nilai properti jangka panjang. Rumah yang dibeli dengan harga murah tidak akan memberikan return of investment (ROI) yang baik karena nilainya stagnan atau bahkan menurun. Bahkan jika direnovasi secara total, stigma sebagai “bekas banjir” akan tetap melekat dan mengurangi daya tawar di pasar.

“Properti adalah aset jangka panjang. Tapi jika dibeli di lokasi yang memiliki rekam jejak banjir, nilainya tidak akan pernah optimal,” ujar Devi Laksana, analis properti dari PropertyMarket Insight. Ia menyarankan pembeli untuk lebih fokus pada keamanan lingkungan dan stabilitas jangka panjang dibanding terpikat harga murah.

Related Post

Pilihan Rumah Menantimu

Bingung dengan banyaknya rumah pilihan, budget dan rekomendasi dari Agent terverifikasi ?