Mengatasi Beban PBB Naik Secara Tak Wajar

zamarizkland

August 16, 2025

Mengatasi Beban PBB Naik Secara Tak Wajar

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) selalu menjadi isu sensitif bagi para pemilik rumah maupun pelaku usaha properti. Di satu sisi, pajak ini merupakan kewajiban negara yang membantu pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik. Namun di sisi lain, tidak sedikit masyarakat yang mengeluhkan betapa memberatkannya beban PBB, terutama ketika naik secara tak wajar tanpa ada penjelasan yang transparan.

Bagi sebagian keluarga, lonjakan ini bisa terasa sangat menghantam, seolah menambah beban ekonomi yang sudah berat akibat inflasi, cicilan, dan kebutuhan sehari-hari. Tetapi dengan strategi yang tepat, ada cara untuk mengatasi beban PBB agar tidak sepenuhnya menghancurkan kestabilan keuangan rumah tangga.

Fenomena Lonjakan PBB di Indonesia

Fenomena naik secara tak wajar pada tarif PBB sebenarnya bukan hal baru. Sejak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, kewenangan penentuan tarif PBB berada di bawah pemerintah daerah. Akibatnya, banyak daerah menaikkan nilai jual objek pajak (NJOP) untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

Menurut data Kementerian Keuangan, rata-rata kenaikan NJOP di kota-kota besar bisa mencapai 10–20% per tahun. Dalam kasus tertentu, seperti di Jakarta Selatan, ada laporan kenaikan hingga 100% dalam kurun dua tahun terakhir bahkan baru kemarin sempat huru-hara terjadi diberbagai daerah seperti Pati dan Jombang dengan kenaikan hampir 1.000%. Situasi ini membuat pemilik rumah menjerit karena mereka merasa kenaikan tidak sebanding dengan peningkatan kualitas layanan publik.

Ekonom properti, Anton Suryawan, menyebut bahwa kenaikan NJOP yang terlalu agresif bisa berdampak buruk terhadap pasar perumahan. “Harga jual rumah ikut terdorong naik, daya beli masyarakat melemah, dan investor mulai mencari lokasi lain yang lebih ramah pajak,” jelasnya.

Keresahan Bagi Para Pemilik Properti

Bagi keluarga dengan penghasilan menengah ke bawah, mengatasi beban PBB yang melonjak bisa terasa mustahil. Ada rasa cemas, takut kehilangan rumah karena tidak mampu membayar pajak, hingga marah karena merasa tidak diperlakukan adil. Perasaan emosional ini semakin tajam ketika mereka melihat fasilitas publik di sekitar rumah tidak mengalami perbaikan signifikan.

Di sisi ekonomi, kenaikan PBB yang dianggap naik secara tak wajar bisa memicu penurunan transaksi jual beli rumah. Calon pembeli menjadi lebih berhati-hati, bahkan menunda keputusan investasi karena takut terbebani pajak tinggi di masa depan. Asosiasi Real Estate Indonesia (REI) mencatat bahwa pada tahun lalu, penjualan rumah kelas menengah turun sekitar 15% akibat kombinasi inflasi dan lonjakan PBB.

Strategi Mengatasi Beban PBB Yang Tak Wajar

Meski terlihat menekan, ada beberapa cara untuk mengatasi beban PBB agar tidak terlalu menggerus keuangan. Pertama, masyarakat dapat mengajukan keberatan atau banding ke kantor pajak daerah jika merasa NJOP tidak sesuai dengan kondisi pasar. Banyak kasus di mana pemilik rumah berhasil menurunkan nilai pajaknya setelah memberikan bukti bahwa harga pasar di sekitar rumah lebih rendah dari NJOP yang ditetapkan.

Kedua, melakukan perencanaan keuangan jangka panjang. Ekonom keuangan, Lestari Dewi, menekankan pentingnya menyisihkan anggaran khusus untuk PBB setiap bulan. “Jangan menunggu tagihan datang baru panik. Perlakukan PBB seperti cicilan rumah atau listrik, sehingga terasa lebih ringan,” ujarnya.

Ketiga, bagi pemilik beberapa properti, strategi optimalisasi aset bisa menjadi jalan keluar. Misalnya, menyewakan sebagian rumah atau lahan kosong untuk menghasilkan tambahan pemasukan yang bisa menutup kewajiban pajak.

Lapor dan Cek Terlebih Dahulu Ke Dinas Pajak Pemerintah Daerah

Menghadapi kasus naik secara tak wajar, solusi jangka panjang tidak bisa hanya dibebankan pada masyarakat. Pemerintah daerah perlu lebih transparan dalam menentukan NJOP, melibatkan asosiasi properti, akademisi, serta perwakilan masyarakat dalam proses penetapan tarif.

Pakar real estate, Dwi Hartono, menambahkan bahwa sistem zonasi PBB juga harus diperbaiki. “Sering kali rumah lama milik pensiunan yang berada di kawasan berkembang terkena lonjakan NJOP, padahal penghasilan mereka tidak sebanding dengan nilai pajak. Ini jelas tidak adil,” ungkapnya.

Selain itu, diperlukan skema perlindungan untuk kelompok rentan. Beberapa daerah sebenarnya sudah menerapkan keringanan, misalnya diskon PBB untuk pensiunan atau warga lanjut usia. Namun implementasi di lapangan masih belum merata dan sering kali terhambat birokrasi.

Menimbang Penggunaan Jangka Panjang Yang Berimbas

Meski banyak keluhan, tidak semua efek kenaikan PBB bersifat buruk. Di sisi positif, dana pajak yang terkumpul sebenarnya bisa membantu pembangunan infrastruktur seperti jalan, taman kota, dan fasilitas umum yang meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Namun, ketika kenaikan terasa naik secara tak wajar dan tidak diikuti dengan perbaikan nyata, masyarakat akan kehilangan kepercayaan. Akibatnya, pajak tidak lagi dipandang sebagai kewajiban bersama, melainkan sebagai beban yang menyesakkan dada.

Di sinilah letak dilema yang tak terukur serta di satu sisi masyarakat ingin lingkungan lebih baik, tetapi di sisi lain mereka merasa tercekik dengan angka-angka pada surat tagihan pajak.

Related Post

Pilihan Rumah Menantimu

Bingung dengan banyaknya rumah pilihan, budget dan rekomendasi dari Agent terverifikasi ?