Mengapa Jakarta Diprediksi Tenggelam Setiap Tahunnya

zamarizkland

September 2, 2025

Mengapa Jakarta Diprediksi Tenggelam Setiap Tahunnya

Fenomena banjir yang terus berulang, ditambah dengan penurunan muka tanah, membuat para ahli kerap mengangkat pertanyaan besar: mengapa Jakarta diprediksi tenggelam setiap tahunnya? Isu ini bukan lagi sekadar wacana pesimis, melainkan peringatan serius yang telah didukung oleh data ilmiah, penelitian akademik, hingga proyeksi lembaga internasional. Masyarakat pun terbelah antara rasa cemas yang menyesakkan dada dan upaya optimis mencari jalan keluar.

Ancaman Penurunan Muka Tanah dan Perubahan Iklim

Salah satu alasan utama mengapa Jakarta diprediksi tenggelam setiap tahunnya adalah penurunan muka tanah yang kian cepat. Data Badan Informasi Geospasial (BIG) mencatat bahwa beberapa wilayah Jakarta mengalami penurunan tanah hingga 7–10 cm per tahun. Daerah Jakarta Utara bahkan sudah berada di bawah permukaan laut, sehingga banjir rob menjadi ancaman yang sulit dielakkan.

Dari sisi global, perubahan iklim dan naiknya permukaan laut memperparah keadaan. Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) memperkirakan permukaan laut dunia naik rata-rata 3,6 mm per tahun. Kombinasi faktor lokal dan global inilah yang membuat ramalan tenggelamnya Jakarta bukan sekadar isu sensasional.

Ekonom lingkungan, Dr. Emil Salim, pernah menegaskan bahwa biaya ekonomi akibat banjir tahunan mencapai triliunan rupiah. “Bukan hanya rumah yang terendam, tetapi aktivitas ekonomi berhenti, distribusi barang tersendat, dan produktivitas menurun drastis,” ungkapnya.

Nilai yang Tergerus

Dari sisi bisnis dan investasi, mengapa Jakarta diprediksi tenggelam setiap tahunnya menjadi momok tersendiri bagi sektor properti. Harga tanah di kawasan rawan banjir cenderung stagnan atau bahkan turun, sementara biaya asuransi properti meningkat. Menurut riset Colliers International 2024, kawasan Jakarta Utara mencatat pertumbuhan harga properti hanya 1,5% per tahun, jauh di bawah Jakarta Selatan yang bisa mencapai 5–6%.

Pakar real estate, Anton Siahaan, menyoroti bahwa persepsi masyarakat terhadap risiko tenggelam memengaruhi keputusan membeli rumah. “Calon pembeli sekarang lebih waspada. Mereka tidak hanya menanyakan sertifikat tanah, tetapi juga risiko banjir dan posisi elevasi lahan. Hal ini menjadi faktor baru yang memengaruhi pasar properti Jakarta,” katanya.

Ironisnya, meski ada kekhawatiran, permintaan di pusat kota masih tinggi karena faktor lokasi strategis. Hal ini menciptakan kontradiksi emosional: di satu sisi orang takut kehilangan harta karena ancaman air, di sisi lain mereka tetap tergoda oleh daya tarik Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerintahan.

Solusi dan Harapan

Walau terdengar menakutkan, tidak sedikit pakar yang menilai ancaman ini masih bisa dikendalikan. Proyek Giant Sea Wall atau tanggul raksasa, misalnya, digadang-gadang sebagai penyelamat dari ancaman banjir rob. Selain itu, kebijakan relokasi air tanah menjadi langkah penting untuk mengurangi laju penurunan tanah.

Ekonom perkotaan, Faisal Basri, melihat peluang besar dalam pembangunan infrastruktur pengendali banjir. Menurutnya, investasi triliunan rupiah pada sektor ini bisa membuka lapangan kerja, memperbaiki kualitas hidup warga, sekaligus menjaga daya tarik Jakarta di mata investor. “Kalau dikelola dengan benar, ancaman tenggelam bisa berubah menjadi momentum untuk membangun kota yang lebih tangguh,” ujarnya.

Sentimen baik juga muncul dari masyarakat yang semakin sadar lingkungan. Gerakan membuat sumur resapan, memperbanyak ruang hijau, hingga kampanye hemat air tanah, menunjukkan bahwa warga mulai terlibat aktif. Kesadaran ini menjadi modal sosial yang berharga untuk menghadapi ancaman yang semakin nyata.

Rasa Takut dan Ketidakpastian

Namun, di balik upaya solusi, rasa takut tetap menghantui banyak orang. Pertanyaan mengapa Jakarta diprediksi tenggelam setiap tahunnya sering kali menimbulkan kepanikan, terutama bagi mereka yang bergantung hidup di ibu kota. Ketidakpastian tentang masa depan menimbulkan kecemasan psikologis: apakah rumah yang dibeli dengan susah payah akan terendam? Apakah bisnis akan mati karena banjir yang datang silih berganti?

Menurut laporan Bank Dunia 2022, sekitar 4,5 juta penduduk Jakarta tinggal di wilayah dengan risiko banjir tinggi. Setiap kali musim hujan tiba, kekhawatiran itu kembali menyayat hati warga. Perasaan frustasi pun muncul ketika banjir dianggap sebagai masalah rutin yang tidak pernah selesai.

Lebih jauh, beban biaya yang harus dikeluarkan untuk perbaikan rumah, kehilangan aset, hingga kerugian usaha membuat masyarakat merasa tidak berdaya. Tidak jarang, emosi marah dan kecewa dilampiaskan kepada pemerintah yang dianggap lamban dalam mengambil langkah konkret.

Sudut Pandang Ekonomi

Isu mengapa Jakarta diprediksi tenggelam setiap tahunnya tidak bisa dilepaskan dari dampak makroekonomi. Jakarta menyumbang lebih dari 17% PDB nasional, sehingga ancaman tenggelam berarti ancaman terhadap stabilitas ekonomi Indonesia secara keseluruhan.

Ekonom senior, Aviliani, menyebutkan bahwa setiap gangguan di Jakarta, mulai dari banjir hingga kemacetan, akan menurunkan daya saing Indonesia di mata investor global. “Bayangkan jika aktivitas pelabuhan Tanjung Priok terganggu karena rob. Itu berarti terganggunya perdagangan nasional, bahkan internasional,” ujarnya.

Dari perspektif jangka panjang, ada desakan untuk mempercepat pemindahan pusat pemerintahan ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, meski pemerintahan pindah, Jakarta tetap akan menjadi pusat ekonomi. Dengan demikian, risiko tenggelamnya kota ini tetap menjadi persoalan besar yang harus dihadapi bersama.

Related Post

Pilihan Rumah Menantimu

Bingung dengan banyaknya rumah pilihan, budget dan rekomendasi dari Agent terverifikasi ?