Menghindari Kesalahan Saat KPR Perumahan

zamarizkland

July 9, 2025

Menghindari Kesalahan Saat KPR Perumahan

Membeli rumah adalah keputusan finansial terbesar dalam hidup sebagian besar masyarakat Indonesia. Prosesnya tidak sekadar memilih lokasi dan model bangunan, tetapi juga berkaitan erat dengan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Di sinilah banyak orang jatuh dalam jebakan. Impian memiliki hunian berubah jadi beban karena satu hal krusial: tidak menghindari kesalahan di awal.

Salah Langkah dari Awal, Menyesal Bertahun-Tahun

Banyak calon pembeli rumah terlalu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Mereka silau oleh iklan cicilan ringan, promo bunga rendah, atau bonus furnitur tanpa menyadari bahwa KPR adalah komitmen jangka panjang. Bahkan, sangat panjang—bisa 15 hingga 25 tahun.

Kesalahan paling umum adalah tidak memperhitungkan kemampuan keuangan secara realistis. Beberapa orang mengira bahwa selama bisa membayar uang muka, maka semua akan berjalan mulus. Padahal, cicilan bulanan bukan satu-satunya biaya. Ada asuransi jiwa, biaya notaris, BPHTB, provisi bank, bahkan biaya administrasi tahunan. Dan semua itu bisa menjadi mimpi buruk jika tidak disiapkan sejak awal.

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sekitar 11% pemilik KPR mengalami keterlambatan pembayaran dalam 3 tahun pertama masa cicilan. Hal ini terjadi karena banyak yang tidak menghitung secara detail rasio utang terhadap penghasilan (Debt-to-Income Ratio). Padahal, angka idealnya adalah maksimal 35% dari pendapatan bulanan.

Pakar keuangan dan properti, Rina Mulyadi, menyebut bahwa “salah satu cara menghindari kesalahan besar dalam KPR adalah dengan mengukur kemampuan secara konservatif, bukan optimistis. Jangan hanya berpikir soal mampu bayar cicilan bulan ini, tapi pikirkan juga jika ada kejadian tak terduga, seperti PHK, sakit, atau pengeluaran darurat.”

Salah Pilih Bank atau Skema KPR

Menghindari kesalahan berikutnya adalah dalam memilih bank penyedia KPR dan skemanya. Tidak semua bank memberikan persyaratan dan bunga yang sama. Bahkan, ada perbedaan mencolok antara KPR subsidi, komersial, dan syariah.

Banyak calon debitur yang hanya mendatangi satu bank tanpa membandingkan. Mereka tidak memeriksa skema suku bunga tetap (fixed rate) dan bunga mengambang (floating rate). Dalam beberapa kasus, suku bunga yang awalnya rendah bisa melonjak drastis setelah tahun ke-3, dan membuat cicilan naik dua kali lipat.

“Jangan malu untuk bertanya dan membandingkan. Jika tidak paham, ajak konsultan atau minta simulasi lengkap cicilan dari awal hingga lunas,” saran Aditya Rachman, analis properti dari RealEstate*id.

Kesalahan lain yang cukup fatal adalah tidak memahami ketentuan penalti pelunasan dipercepat. Bayangkan, setelah 5 tahun menabung, Anda ingin melunasi sisa hutang KPR, tapi justru dikenai denda jutaan rupiah hanya karena tidak membaca syarat dan ketentuan dari awal. Menghindari hal seperti ini seharusnya menjadi prioritas sejak awal proses.

Terjebak Euforia Memiliki Rumah

Siapa yang tidak tergoda saat diberi tahu “hanya dengan Rp5 juta Anda sudah bisa membeli rumah”? Frasa seperti ini sangat menggoda, apalagi bagi pasangan muda yang ingin cepat mandiri. Tapi di balik euforia itu, logika sering kali tertinggal.

Membeli rumah bukan hanya soal bisa atau tidak membayar uang muka. Ini tentang keberlanjutan. Banyak yang menghindari kesalahan dalam memilih developer, namun lalai memeriksa legalitas tanah, IMB (izin mendirikan bangunan), atau status sertifikat.

Dalam laporan tahunan Asosiasi Pengembang Perumahan Indonesia, tercatat bahwa dari 500 proyek rumah tapak yang dipasarkan lewat KPR, hampir 23% bermasalah secara legalitas atau pembangunannya tidak sesuai rencana awal.

Kisah sedih datang dari Dina, seorang ibu rumah tangga di Bekasi, yang mengaku sudah membayar cicilan KPR selama 18 bulan namun rumahnya belum dibangun. Developer menghilang dan proses hukum berjalan lambat. Jika dari awal ia memverifikasi keaslian proyek, barangkali hal ini bisa dicegah.

Menghindari kesalahan seperti ini bukan sekadar tentang kecermatan, tapi juga keberanian untuk berkata “tunggu dulu” di tengah dorongan emosional ingin cepat punya rumah.

Abaikan Biaya Tambahan, Rumah Jadi Perangkap Finansial

Kesalahan lain yang banyak terjadi adalah tidak mempertimbangkan biaya pasca-pembelian. Setelah akad kredit selesai dan kunci rumah diserahkan, perjuangan belum berakhir. Ada renovasi, perabotan, biaya perawatan, hingga tagihan listrik dan air yang jauh lebih tinggi dari tempat tinggal sebelumnya.

Tanpa perencanaan, semua ini bisa membuat pemilik rumah terjebak dalam utang baru hanya untuk bisa menikmati rumah yang sudah dibeli. Bahkan, tidak sedikit yang akhirnya menyewakan rumahnya ke orang lain karena tidak sanggup menanggung biaya hidup di sana.

“KPR sering kali dianggap akhir dari perjalanan. Padahal itu adalah awal dari fase keuangan yang baru, yang harus dijalani dengan cermat. Mereka yang tidak menghindari kesalahan pada tahap ini akan merasa tercekik, bukan terbantu,” jelas Widi Santosa, perencana keuangan bersertifikat dari Finansialku*com.

Related Post

Pilihan Rumah Menantimu

Bingung dengan banyaknya rumah pilihan, budget dan rekomendasi dari Agent terverifikasi ?