Menilai Harga Properti Berdasarkan Aktivitas Ekonomi

zamarizkland

July 19, 2025

Menilai Harga Properti Berdasarkan Aktivitas Ekonomi

Di balik setiap meter persegi tanah yang dibeli, tersimpan harapan, mimpi, bahkan ketakutan. Bagi banyak orang, properti bukan sekadar tempat tinggal melainkan instrumen investasi jangka panjang yang diharapkan mampu mengangkat nilai kekayaan pribadi. Namun, sayangnya, tak semua orang benar-benar tahu cara menilai harga properti dengan akurat. Terlebih lagi, banyak yang mengabaikan satu faktor paling krusial: aktivitas ekonomi di sekitarnya.

Aktivitas Ekonomi Jantung Nilai Properti

Faktor utama dalam menilai harga properti sebenarnya bukan desain bangunan atau fasilitas mewah di dalamnya, tetapi denyut kehidupan ekonomi yang terjadi di sekitarnya. Lokasi dengan pertumbuhan aktivitas ekonomi yang tinggi hampir selalu menunjukkan kenaikan harga properti dari waktu ke waktu. Sebaliknya, daerah yang lesu secara ekonomi, meski memiliki pemandangan indah atau akses jalan bagus, cenderung stagnan nilainya.

Menurut laporan Bank Indonesia tahun 2024, wilayah dengan pertumbuhan sektor jasa di atas 6% per tahun mengalami kenaikan harga properti sebesar 8–12% dalam rentang waktu 24 bulan. Kawasan seperti Bandung Timur dan Medan Utara, yang dulunya dianggap “tidak strategis”, kini menjadi sorotan karena geliat UMKM, kawasan industri baru, dan proyek infrastruktur.

“Menilai harga properti harus melihat potensi ekonomi kawasan. Apakah ada pusat belanja yang baru dibangun? Apakah ada rumah sakit, universitas, atau proyek jalan tol yang akan dibuka?” jelas Bambang Arifin, ekonom properti dari Urban Value Research Institute. Ia juga menekankan pentingnya mengamati lonjakan aktivitas ekonomi non-formal, seperti pasar tradisional yang semakin ramai atau jumlah kendaraan yang meningkat di area tersebut.

Namun, terlalu bergantung pada spekulasi pembangunan juga bisa berbahaya. Banyak investor pemula tertipu membeli properti di lokasi “proyek mimpi” yang akhirnya tak pernah terealisasi. Akibatnya, properti mereka sulit dijual kembali, bahkan tak laku disewa karena tak ada perputaran ekonomi nyata di sekitarnya.

Menilai Harga Investasi Berujung Rugi

Saat membicarakan menilai harga properti, aspek emosional sering kali menjadi jebakan. Lokasi rumah dekat dengan tempat kerja pasangan, dekat sekolah anak, atau terlihat indah saat matahari terbenam—semuanya memengaruhi keputusan tanpa melihat faktor ekonomi yang objektif. Akibatnya, harga beli menjadi terlalu tinggi untuk nilai pasar sesungguhnya.

“Banyak orang terjebak membeli rumah hanya karena ‘terasa cocok’. Padahal, tanpa dasar analisis aktivitas ekonomi, harga properti bisa jadi terlalu mahal untuk lokasi yang tidak berkembang,” ujar Dita Kartasasmita, analis pasar dari Properti Data Indonesia.

Perasaan aman dan nyaman memang penting. Namun jika membeli rumah juga diposisikan sebagai investasi, maka pembeli wajib berpikir rasional. Harga beli harus sejalan dengan potensi kenaikan nilai, sewa, atau likuiditas properti tersebut.

Ironisnya, justru kawasan dengan aktivitas ekonomi tinggi kadang terlihat “berisik”, penuh kendaraan, dan kurang tenang. Tapi secara finansial, nilai properti di kawasan seperti ini cenderung lebih tahan krisis dan cepat naik dibandingkan area tenang yang minim kegiatan ekonomi.

Apakah Tanah Sudah Sesuai Harga Pasar?

Untuk menilai harga sebuah properti, banyak orang menjadikan harga tanah sebagai patokan utama. Ini memang langkah awal yang wajar. Namun, jika hanya mengacu pada harga tanah tanpa melihat aktivitas ekonomi di sekitar, Anda bisa salah kalkulasi besar.

Sebagai contoh, harga tanah di pinggiran Jakarta mungkin terlihat lebih murah, tapi jika wilayah tersebut belum memiliki pusat ekonomi yang hidup, maka potensi kenaikan harga akan lebih lambat. Sebaliknya, harga tanah yang lebih mahal di tengah kota bisa menghasilkan pendapatan sewa yang jauh lebih tinggi karena mobilitas dan kebutuhan masyarakat lebih besar.

Pakar real estate, Ricky Andhika, menyarankan metode pendekatan 3L yakni Lokasi, Likuiditas, dan Laju ekonomi. Ia menyebutkan bahwa banyak investor berpengalaman memilih membayar lebih mahal asalkan lokasi tersebut memiliki likuiditas tinggi dan berada di tengah aktivitas ekonomi yang dinamis.

Namun tetap saja, setiap keputusan harus melalui kalkulasi. Jangan sampai “harga mahal” dibenarkan hanya karena faktor gengsi atau emosi. Harus ada pembuktian berupa data: tingkat hunian kawasan, jumlah proyek komersial, hingga pertumbuhan jumlah penduduk di wilayah tersebut.

Pentingnya Infrastruktur dan Nilai Pasar

Infrastruktur adalah katalis utama yang menggerakkan aktivitas ekonomi, dan dengan sendirinya, mendongkrak harga properti. Ketika sebuah jalan tol dibuka, atau stasiun baru beroperasi, kawasan di sekitarnya sering mengalami lonjakan harga dalam waktu singkat. Namun lonjakan ini juga bisa menimbulkan ilusi nilai yang terlalu cepat.

“Dalam jangka pendek, efek pembangunan infrastruktur sangat kuat terhadap menilai harga properti, tapi dalam jangka panjang, kawasan yang tidak punya kelanjutan ekonomi akan kembali stagnan,” kata Yustinus Adiputra, ekonom pembangunan dari Universitas Gadjah Mada.

Ia menambahkan bahwa yang terpenting bukan hanya proyek besar yang datang, tapi bagaimana aktivitas ekonomi lokal tumbuh seiring pembangunan tersebut. Apakah warga lokal terlibat? Apakah muncul bisnis-bisnis baru? Apakah daya beli meningkat? Ini semua menjadi penanda bahwa nilai properti tidak hanya akan naik karena euforia, tetapi karena kebutuhan nyata di lapangan.

Related Post

Pilihan Rumah Menantimu

Bingung dengan banyaknya rumah pilihan, budget dan rekomendasi dari Agent terverifikasi ?